PERCERAIANKU, PELAJARAN HIDUPKU!

PERCERAIANKU, PELAJARAN HIDUPKU! 


Hallo, teman-teman kembali lagi di 'True Story', tempat mengungkap kisah terpendam yang bisa dijadikan pelajaran untuk diri sendiri dan sesama, tempat berbagi dengan tujuan sharing is caring, karena mungkin banyak orang merasa ujiannya paling berat, padahal mereka tak sendiri, banyak juga orang yang berjuang dan berusaha melewati itu semua, karena mengakhiri hidup bukanlah solusi, Yuk sama-sama kita berpegangan tangan, saling support dan berbagi kisah. Mungkin dengan berbagi cerita akan membuat kamu merasa Ploooong.

Kisah nyata ini langsung dari narasumber berdasarkan pada pengalaman dan kejadian yang sudah terlewati, kali ini ada yang ingin berbagi kisahnya. Yuk Simak teman-teman.
_____________________________________________________________

"Aku wanita berusia 29 tahun, sekarang Alhamdulillah, Allah beri aku hadiah dengan menitipkan 2 malaikat yang sangat aku sayangi, jadi Aku ingin berbagi kisah beberapa tahun yang lalu bersama anakku si Sulung.

Jadi tahun 2018 Aku divorced dengan Papihnya si Sulung, sebenarnya ini pengalaman pahit, pasti tak akan ada yang mau mengalami perpecahan rumah tangga ketika diawal pernikahan yang bisa dibilang masih seumur jagung. waktu itu si Sulung masih usia 3 tahun dan dia harus mengalami hal-hal yang berat, untuk anak usia 3 tahun mungkin dia belum banyak mengerti apa yang terjadi dalam hidupnya, tapi masyaAllah anak usia 3 tahun itu benar-benar perekam, pendengar yang baik dan memiliki kepekaan yang luar biasa, banyak banget hal yang aku pelajari di tahun 2018 ini, dan ada rasa penyesalan kepada anakku si Sulung.

Kenapa Aku divorced pada saat itu?


banyak masalah rumah tangga yang pada saat itu Aku sudah tidak bisa lagi  membendung emosi, mungkin ada yang menganggap itu hal sepele atau Aku yang terlalu membesar-besarkan masalah, tapi rasanya kekesalan Aku saat itu sudah diujung tanduk. Aku berusaha sabar banget, memang sabar itu tak ada batasnya tapi yang namanya manusia Aku tetap merasa penat, dan akhirnya rasa tersebut membuncah. mungkin waktu itu ilmu sabarku belum jauh.

waktu itu Aku LDM dengan Papihnya si Sulung dari awal pernikahan, sudah dengan komitmen di awal, dan disini Aku sebagai working mom juga. jadi kami terpisah oleh jarak dan waktu.
kami menikah pada tahun 2014, kerikil rumah tangga pasti ada yah, tapi saat itu kita masih bahagia, tertawa dan bercanda bersama dan melewati permasalahan rumah tangga dengan kasih sayang. Alhamdulillah setelah 1 bulan pernikahan Aku langsung diamanahi anak, Aku hamil, bahagiaa banget. Namun Aku kurang mendapat perhatian dari sosok suami ketika si sulung masih dalam kandungan, pertama karena kami masih sama-sama belajar jadi orangtua dan yaa faktor LDM juga kan, jadi gak bisa setiap waktu mengantarku untuk periksa dan kontrol kandungan, Aku menikmati proses ini karena ini salah satu bentuk komitmen kita juga, alhamdulillah masih ada yang bisa menemani untuk antar yaitu orangtuaku, ataupun pergi sendiri.

Namun sayangnya di usia kandunganku 6 bulan, Suamiku ketahuan berbohong :(. Bagiku ketika kita sudah menikah, maka harus ada waktu lebih banyak untuk keluarga, itu komitmenku, karena Aku pun melihat orangtuaku yang sama-sama bekerja yaa seperti itu, selebihnya mereka menghabiskan waktu bersama anak-anaknya. sehingga itu tercatat dalam otakku, Okay kalau sudah menikah maka sebagian waktuku itu dirumah dan untuk keluarga. Nah mungkin, untuk pemikiran lelaki berbeda kali yah, mungkin dia masih ingin main-main dll.

Papihnya si sulung ketahuan berbohong, karena kami LDM nah ketika jadwal pulang, bukannya langsung pulang ke rumah ternyata dia kumpul sama teman-temannya, dengan alasan ada acara keluarga. Tapi ketika saya menghubungi orangtuanya, mereka pun bingung karena memang tidak ada acara keluarga, akhirnya orangtuanya menghubungi suami saya supaya pulang, disitulah terjadi pertengkaran hebat kami, memang yah suami tak perlu izin pada istri, tapi kan disitu Aku merasa tidak dihargai dan hatiku terluka, padahal ketemu pun jarang, jadwal pulang malah berbohong.

Suatu ketika, si Sulung masuk RS karena dehidrasi dan diare, Aku nelpon lapor ke suami dan dia tak peduli, tidak pulang dan bahkan tak pernah menanyakan biaya rumah sakitnya. waktu itu Aku masih tinggal sama orangtua, alhamdulillah orangtuaku berkecukupan sehingga masih bisa dibantu ibu untuk cover biaya RS si sulung karena papihnya si sulung tidak memberikan biaya untuk berobat si sulung. Walaupun sebetulnya Aku pun malu, sudah berumah tangga, tapi masih banyak dibantu orangtua. Anakku sakit beberapa kali, dan pernah Aku kasih tau biaya pengobatan anakku sama papihnya, dan jawabannya hanya "ooh oke". Alhamdulillah Aku masih bersyukur si sulung bisa sembuh dan sakitnya tidak separah anak-anak yang lain, sedangkan banyak juga anak lain yang sakit namun mereka ditemani papih dan mamihnya, tapi saat itu Aku hanya sendiri menemani si sulung.
 
Lalu setiap kali jadwal papihnya pulang, dia selalu sibuk dengan gadgetnya, bukan bermain bersama anaknya. itu yang membuatku sedih banget. Pernah pas jadwal papihnya dirumah, Aku minta tolong suami untuk jagain si Sulung karena Aku harus mengerjakan pekerjaan rumah, eh dia malah tidur.
tahun 2017 pernah dia pulang pas si sulung sakit dirumah, malemnya si sulung gak bisa tidur, Aku minta tolong untuk pindahin kasur dari kamar ke ruang tengah mungkin si sulung gerah di kamar, itu susah sekali dimintain tolong untuk pindahin kasur, dan sama sekali tidak menanyakan kondisi si sulung, demamnya udah turun apa belum? tidak menunjukkan kepeduliannya. semaleman itu Aku gendongin si sulung, besok paginya Aku minta dianterin si sulung ke dokter, alhamdulillah dia mau. nah pulang dari dokter aku nitip papihnya buat jagain si sulung karena Aku mau mengerjakan pekerjaan rumah, ternyata papihnya tidur dong dan anaknya tergeletak di bawah padahal kan lagi sakit dan main gadget. waktu itu Aku kan nanya 
"Ini anaknya kenapa di diemin kan lagi sakit?" 
jawabannya "Iya kan anaknya gak nangis" , 
"iya kan gak nangis bukan berarti didiemin, pindahin si sulung ke kasur"

lalu saya ngepel, si sulung udah main di lantai lagi, saat itu saya berpikiran mungkin lagi demam dia enaknya duduk dilantai, okey, tapi yang bikin aku kesal, papihnya itu benar-benar nyuekin si sulung.

pas Aku mau jemur pakaian nih, Aku kepeleset, kena bagian belakang, dan Aku panggil dia karena susah bangun, tapi gak dateng, pas Aku berusaha sampai bangun sendiri, Aku liat dia ternyata enak nyenyak tidur, ya Allah kok bisa-bisanya seperti itu, kok ada orang kya gini gitu, anaknya sakit gak peduli, istrinya jatuh pun gak peduli.
malemnya Aku pun masih mau melayani dia, karena kewajiban seorang istri. dan Aku pun tau dia jarang pulang karena kerja, pulang sebulan sekali, walaupun Aku sakit, Aku masih menyempatkan diri untuk melayani suami. walaupun dia tidak mempedulikan Aku dan si Sulung.

Pas Akhir 2017, jadwal suami pulang, tiba-tiba si sulung anak usia 2,5 tahun bilang "Papih Aku ingin punya ayah", loh Aku juga kaget, ya Allah ya Rabb anak seusia ini kok bisa ngomong kya gini. trus papihnya bilang "ini kan papih itu ayah de", si sulung ngejawab "bukan, kalau Ayah itu kaya Ayahnya Mulki" karena anakku sudah masuk playgroup jadi dia liat temannya itu yang dekat dengan ayahnya sampe punya salam persahabatan gitu antara ayah dan anak, ya mungkin ini karena kekosongan peran ayah pada anak ku. anakku sering bilang "ingin punya ayah", "Ayah itu nganterin ke sekolah" dll

Aku waktu itu belum memikirkan hal-hal aneh pada suamiku dan tidak curiga ada apaaa selama ini, tapi ternyata anakku si sulung yang jauh lebih peka, disitu Aku baru mencium ketidakenakan, seperti adanya kehadiran pelakor diantara kita. waktu itu dia mengaku tidak ada pelakor, tapi apa bedanya dengan suami yang sering ke tempat karaoke dengan membawa wanita pemandu lagu. menurut Aku itu sebuah kesalahan, untuk apa gitu kan? laki-laki yang dateng ke karaoke bawa wanita itu kan bukan cuma bernyanyi, Aku tahu arahnya kemana. Akhirnya aku cari-cari bukti dan informasi, singkatnya Aku dapet aja bukti tersebut. ternyata feeling anakku si sulung lebih kuat gitu. 
Nah dari akhir 2017 itu sampai awal 2018 dia udah gak pulang tuh. sampai akhirnya Aku ngomong sama orangtuaku
"Mah, kyanya Aku mau pisah aja"
"Astaghfirullah Ya Allah kenapa?"
"Iya mah soalnya dia udah gak peduli sama si sulung"

Oktober 2017, si sulung sakit tipes pun dia gak peduli dan gak pulang, pas pulang Aku ceritain tapi sepeser pun dia tidak membiayai pengobatan, ya memang sebetulnya dia pun menafkahi, hmm memang untuk sedekah itu kan baik yah untuk siapapun tapi, bukannya Aku melarang tapi bukankah sedekah terbaik itu untuk mencukupi keluarga dulu? anak dan istrinya sebagai kewajiban dia juga gitu kan. setelah mencukupi kebutuhan istrinya baru ke yang lain.
Toh gaji yang diberikan ke istri selama ini, sering dia bilang "tolong dong transferin buat ibu 200, tolong dong transferin untuk arisan keluarga 300, tolong dong bayarin untuk adik 200", ya intinya yang dikasih untuk rumah tangga pun masih untuk keluarganya dia juga. Sebenernya itu gak masalah bagi ku, Aku gak begitu marah soal keuangan ini, tapi yang paling bikin Aku kesel tuh ketika papihnya gak memperhatikan anaknya, itu.

sampai akhirnya kita divorced, dan mertuaku dateng ke rumah waktu itu membujuk supaya rujuk,
"kalau cerai kan nanti kasian ke anaknya, lebih baik rujuk"
"Loh dengan kondisi sekarang aja, si sulung minta ayah baru, tidak mendapatkan peran sosok ayah"

Aku pun tahu bercerai itu hal yang dibenci Allah, tapi daripada itu menumpuk dosaku juga, Aku jadi sering marah-marah, kerjaanku dan mood gak stabil, jiwa terguncang, bener-bener gak nyaman. tapi waktu itu mertuaku bilang,
"Teh proses cerai itu susah, udah lah cerai secara agama aja gak usah secara negara."
Aku langsung jawab "kalau gak secara negara nanti makin ribet dong bu, Aku dinikahkan saja secara negara, enggak Aku gak mau secara agama aja."

Dia di Bekasi, keluarganya gak ada yang tahu kelakukan dia kya apa, kalau cerai secara agama aja, nanti Aku yang dirugikan dalm hal ini. walau memang sudah sah secara agama, tapi secara negara belum.
Bapak suami malah bilang "Teh ngurus peceraian itu susah, daripada ngurus-ngurus perceraian, mending si Aa nikah lagi"
ya Allah ya Rabb,
Bahkan hal yang paling menyakitkan ibu suami bilang, 
"yaudah teteh lebih baik keluar kerja lalu ikut suami aja ke Bekasi, biar teteh bisa pantau juga si aa"

"Kalau begitu berarti Aa harus siap menanggung biaya hidup saya"

"o ya gak bisa gitu dong teh, berarti teteh memberatkan si Aa"

Hah? mendengar itu Aku pun heran, masa seorang suami gak boleh gitu membiayai dan menafkahi istrinya, masa untuk anaknya aja gitu yah dan itu pun masih kurang.
 
Orangtuaku menangis melihat kondisi ini, memang ngantri di pengadilan agama untuk perceraian itu panjang, prosesnya memang gak mudah.
Aku berdoa YaAllah jika dia memang jodohku, tolong lapangkan hati ini, benahi rumah tangga ini, Tapi jika dia bukan jodohku, tolong mudahkan dan lancarkan jalanku"

Aku ke pengadilan agama, yang lain itu katanya dipanggil sampai berbulan bulan, tapi Aku waktu itu prosesnya cepat, 2 minggu kemudian sudah dipanggil lagi, dan prosesnya sungguh cepat. Alhamdulillah Allah tidak mempersulit, dalam proses 1 bulan Aku udah pegang akta cerai.
Saat di pengadilan sudah perjanjian dan kesepakatan bahkan sudah ketuk palu bahwa untuk biaya si sulung akan ditanggung oleh suami, dan memberikan nafkahnya sebesar 2,5 juta. 

2 minggu kemudian, mantan suami datang kembali dengan ibunya ke rumah, meminta untuk dikurangi biaya buat si sulung.
Pada hari itu rasanya Aku ingin tertawa, karena uang tersebut bukan untuk keuntungan pribadi, tapi untuk kebutuhan si sulung anakku, rasanya ingin mengatakan, kalau tidak mampu bisa bikin perjanjian saja, tidak mampu membiayai anaknya, supaya terlihat siapa yang tidak bisa bertanggung jawab. tapi Aku masih meredam emosi, dan Aku tahan untuk tidak mengucapkan itu karena disitu Aku masih menghargai mental si sulung anakku. 

Bahkan keluarga besar mantan suami pun mencibir, oh pernikahannya bercerai karena masalah ekonomi yah, gak sabar banget pengen kaya. ya ampun sakit banget mendengar itu, rasanya ingin sekali Aku tutup mulut mereka yah, hey hey anda semua, asal kalian tahu yah ketika anak saya sakit siapa yang membiayai pengobatan si sulung, siapa yang menanggung semua biayanya, ada gak dari dia sepeser pun? gak ada. ingin rasanya Aku tulis juga di status kekesalan ku tapi itu semua juga kan gak ada gunanya yah, dan ini Aku menjaga demi anakku si sulung, karena jejak digital itu susah dihapus, takut suatu hari nanti ada orang yang membicarakan kepada si sulung, dan sejujurnya Aku juga tidak mau anakku si sulung tahu kejelekannya Papihnya. Aku takut dia kecewa dengan Papihnya sendiri.

Setelah kejadian perceraian itu, ternyata berdampak pada anakku si sulung, penilaian di play group nya menurun, kata gurunya lebih sering melamun juga, lalu saat itu Aku bertemu dengan kepala sekolahnya yang beliau pun paham mengenai psikologis anak, Aku pun cerita dan beliau menyampaikan bahwa si sulung memang kurang peran dari sosok ayah, Aku pun menceritakan bahwa memang dari sejak dalam kandungan si sulung kurang diperhatikan oleh Papihnya, dan karena kondisi kami sebagai orangtuanya yang LDM. jadi tidak ada bonding dengan Papihnya.

Suatu hari Aku bertanya, "De mau ketemu sama papih?"
jawaban anakku "Enggak"
Bahkan ketika keluarga ngomongin papihnya itu dia udah gak mau denger, si sulung malah bilang "ssstt sstt jangan ada yang ngomong"

hampir setiap hari pun si sulung berdoa, "Ya Allah Aku ingin punya Ayah"
Tapi yang dia maksudkan bukan papihnya, karena dia melihat sosok Ayah teman-temannya yang penuh perhatian pada anak mereka.
Aku yang mendengar doa si sulung, rasanya sakit sekali, kok Aku cuma bisa mengecewakan anak aku.

Suatu hari Aku bertemu dengan teman lama, akhirnya dia tahu kondisiku, dan dia dekat dengan anakku. pas di sekolah ditanya sama guru dan temannya, Adeee itu dianter siapa? dengan happy si sulung menjawab Ayah, bahkan berdampak pada dirinya, nilai di sekolahnya melesat lagi dan menjadi riang lagi.
Ketika hubungan kami mulai dekat, dan dia ingin menggantikan sosok imam dalam hidupku. Aku pun bilang dari awal, kalau kamu mau jadi imam dalam rumah tangga ini tolong jangan pernah mengecewakan anakku. 
jangan sampe Aku mimpi buruk kedua kalinya.

2019 Akhir, Aku menikah dengan temanku itu, dan si sulung berkata "I'm happy Now, My family's complete"

Ya Allah ternyata benar, setelah ujian itu ada kebahagiaan.
Namun trauma itu masih tetap ada.
Ayah (Suamiku saat ini) tolong jaga kepercayaanku yah, jangan pernah berbohong.

kekuatan doa itu benar ada, semua ini karena doa-doa salah satunya karena doa-doa anakku si sulung. 
"ya Allah aku ingin ayah" , Allah kabulkan dengan Ayah yang baik
ketika Aku sudah menikah si sulung berdoa
"Ya Allah aku ingin punya adik"
betul, Allah berikan hadiah, Aku hamil.
si sulung berdoa lagi 
"ya Allah pengen adiknya perempuan"
dan betul doa si sulung dikabul kembali

Alhamdulillah, Aku merasa ini hadiah dari Allah, dan supaya aku pun belajar, dan memperbaiki diri lagi supaya bisa lebih baik.

di tahun 2020, si sulung pernah bilang ingin bertemu dengan papihnya ketika sedang demam, dan mantan suami di telpon oleh ibuku untuk bisa bertemu anaknya, malam takbiran dia datengnya malem setengah 10, tapi anakku udah tidur, karena sudah malam juga, besoknya pun Papihnya gak dateng lagi, 
Ibuku bertanya pada anakku si sulung "Kak kenapa mau ketemu sama Papih"
jawaban anakku "Iya, Kaka mau kasih liat papih, Kaka punya mainan baru yang dibeliin Ayah, Ayah tuh yang gini baik banget"

Ya Allah, sampai dia mau nunjukkin hal ini sama papihnya kalau dia udah punya Ayah. Benar yah kasih sayang itu tidak hanya lewat darah. yang Aku lihat saat ini anakku si sulung sayang banget sama Ayahnya sekarang.

Dia pun pasti masih ada trauma, pernah suatu hari Ayahnya telat pulang kerja, karena dia selalu nungguin ayahnya pulang. dan gak bisa tidur kalau ayahnya belum pulang.
"Ayah kalau pulangnya telat, nanti kaka kunci"

"Iya kak maaf, tadi lagi banyak kerjaan Ayahnya"

"Ayah Aku gak suka sama orang yang ninggalin rumah lama lama"

Wow, denger dia ngomong gitu juga Aku kaget, padahal Aku divorced itu usia dia masih 2 tahun, tapi seolah dia masih mengingat semuanya.
Pernah dulu saat bercerai Aku tanya si sulung, sambil pegang hatinya, "Kakak disini sakit?"
"Ada"

Ya Allah sembuhkan hatinya, sembuhkan-sembuhkan, Ya Allah jadikan anakku bahagia sebagaimana anak-anak yang lain.

Alhamdulillah kalau sekarang nanya ke si sulung, "Kakak disini masih sakit?"
"No Mom, I'm Brother Now, I'm Happy"

Memang perceraian itu di benci sama Allah, tapi ketika kita menyerahkan semuanya kepada Allah pasti akan ada hal indah menanti kita.
______________________________________________________________________________

MasyaAllah, Jazakillahu khairan teh sudah mau berbagi dengan kita semua disini,
pasti berat rasanya ketika kita sedang menjalani ujian tersebut, tapi setelah itu semua berlalu, ada keindahan dan kebahagiaan sebagai hadiah untuk kita yang sudah melewati itu, dan ini pun dibuktikan oleh teteh disana yang menceritakan kisahnya.

semoga si sulung tumbuh menjadi anak yang tangguh yah teh, dengan kehadiran sosok Ayahnya sekarang. moga keluarga teteh menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah, kini teteh menjadi perempuan yang lebih kuat dari sebelumnya. Oh iya salah satu pesan juga dari tetehnya Meskipun working mom hak anak harus tetap di penuhi. Alhamdulillah si sulung pun lulus asi hingga 2 tahun.

Rasanya Saya ingin ikut berpesan, untuk para lelaki di luar sana, yang pernah menyakiti perempuan, Tahukah? Perempuan yang pernah kalian lukai itu tidak akan pernah sama lagi seperti sebelumnya. karena sekarang jiwanya sudah kuat dan menjadi perempuan yang lebih mandiri.

dari kisah ini pun kita diajarkan untuk selalu berharap dan berdoa sama Allah, again, back to Allah, selalu yah apapun yang menimpa kita itu semua sudah takdir dan kehendak Allah, yakinlah bahwa ketika diberi ujian tersebut, hanya kita yang mampu melewatinya.

Semangat teeeeh, untuk para perempuan, kita itu kuat yaaaah, dan kita bisa saling menguatkan, jangan sedih berlarut larut, yuk semangat kembali :).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEST KERJA

PENGALAMAN HSG & BIAYANYA DI SAM MARIE JAKARTA

CERPEN [Takdir yang tak bisa Diubah]